Oleh: Moch. Abduh, Ph.D.
Sebagaimana kita ketahui bersama peringatan Hari Ibu di Indonesia, sering juga disebut PHI (Peringatan Hari Ibu) diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Tahun ini adalah peringatan Hari Ibu yang ke-94, sejak diperingati pertama kali pada tahun 1928. Perhitungan ini merujuk pada sejarah Hari Ibu yang ditetapkan berdasarkan peristiwa penting Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebuah peristiwa heroik tidak pernah terlupakan yang menjadi tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia.
Dirilis pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Republik Indonesia, PHI tahun ini diselenggarakan dengan berbagai rangkaian kegiatan dengan tema dan logo yang berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tema peringatan Hari Ibu ke-94 ini adalah “PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU”. Untuk mendukung tema utama tersebut, Kemenpppa juga menetapkan empat sub tema yang berbeda, yaitu: 1) Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan, 2) Perempuan dan Digital Economy, 3) Perempuan dan Kepemimpinan, dan 4) Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. Hampir semua sub tema tersebut relevan dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya sub tema 2 dan 3.
Melengkapi tema tersebut, Hari Ibu ke-94 juga memilki logo yang dapat diunduh melalui laman resmi Kemenpppa. Tulisan angka 94 berwarna merah putih disertai bendera merah putih dengan lambang bunga melati di atasnya dan tulisan “MERDEKA MELAKSANAKAN DHARMA” di bagian bawahnya. Sebuah logo yang begitu mendalam maknanya bagi pembangunan pendidikan khususnya pendidikan karakter. Setangkai Bunga Melati mewakili gambaran: 1) kasih sayang kodrati antara ibu dan anak, 2) kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak, dan 3) kesadaran perempuan untuk menggalang kesatuan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara. Bendera Merah Putih yang berkibar melambangkan pengibaran yang dilakukan oleh para perempuan Indonesia sebagai perjuangan perempuan pantang menyerah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Menilik sejarahnya pada saat itu, Kongres Perempuan Indonesia I diselenggarakan (tidak lama setelah Sumpah Pemuda digaungkan) pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 dengan tujuan menyatukan perkumpulan perempuan-perempuan Indonesia dalam satu Perhimpunan Perempuan Indonesia. Kongres I telah melahirkan langkah besar bagi kehidupan perempuan Indonesia yaitu: 1) tercapainya hasrat untuk membentuk sebuah organisasi perempuan solid, ditandai dengan kelahiran sebuah organisasi perempuan yang dinamakan “Perikatan Perempuan Indonesia”, 2) lahirnya tiga mosi yang berorientasi pada kemajuan perempuan, yaitu: a) tuntutan penambahan sekolah rendah untuk anak perempuan Indonesia, b) perbaikan aturan dalam hal taklik nikah, dan c) perbaikan aturan tentang sokongan untuk janda dan anak yatim pegawai negeri. Sudah tentu, mosi pertama sangat dipengaruhi kondisi pendidikan di Indonesia pada saat itu, wabil khusus bagaimana keterlibatan perempuan pada pendidikan masih mengalami keterbatasan kuantitas. Lebih menyedihkan lagi jika berbicara pada konteks kualitas pendidikan.
Melalui peringatan Hari Ibu ke-94 ini, tidaklah berlebihan jika kita jadikan momentum waktu yang tepat untuk menggalang kebersamaan mendorong peningkatan kemampuan dan kompetensi perempuan Indonesia di bidang pendidikan. Ini sesuai dengan salah satu arahan Presiden RI pada Hari Ibu ke-94 ini untuk meningkatan peran Ibu/keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Arahan Presiden RI ini tentu saja punya pertimbangan rasional dan argumentatif. Salah satunya, menurut data Kemenpppa (Panduan Pelaksanaan PHI Ke-94 Tahun 2022, 2022) sekitar 58,1% perempuan pengguna internet harus meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya karena hamil/bersalin atau kembali ke pekerjaan rumah tangga, terlibat dalam e-commerce. Keterlibatan ini karena e-commerce menyediakan satu jalan bagi perempuan untuk tetap terlibat secara produktif. E-commerce juga menyediakan jalur diversifikasi pendapatan, terutama bagi perempuan yang tergusur sementara dari pasar tenaga kerja.
Dalam salah satu sub temanya, sebagaimana dikutip dari panduan pelaksanaannya, PHI Ke-94 tahun 2022 ini bertujuan untuk: 1) mendorong digital perempuan dengan mendorong adanya kebijakan publik untuk mengatasi kesenjangan gender dalam digital, 2) mendorong peningkatan kemampuan perempuan dalam pemanfaatan teknologi sehingga mendukung peningkatan usahanya, dan 3) mendorong kemampuan digital bagi perempuan dalam kaitannya dengan bidang lain.
Bagaimana penerapannya di bidang pendidikan? Sebagai seorang perempuan sekaligus sebagai pendidik, Ibu guru perlu secara aktif mendorong kompetensi digital bagi perempuan untuk mengatasi disparitas dan kesenjangan gender dalam dunia digital. Ibu guru juga perlu mendorong peningkatan kemampuan rekan sejawat dan siswa perempuan-nya dalam pemanfaatan teknologi sehingga mendukung peningkatan mutu pendidikan mereka. Pun, Ibu guru perlu mendorong kemampuan digital bagi perempuan dalam kaitannya dengan bidang-bidang yang lain.
Pendidik yang memahami dan menguasai kompetensi digital, memiliki tafsir yang sama bahwa pendidik harus memahami betul tentang bagaimana prinsip-prinsip pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Jika prinsip-prinsip pemanfaatan TIK untuk pembelajaran ini sudah dipahami dengan baik, maka penguatan teknologi pembelajaran bisa dengan mudah untuk diimplementasikan. Di sisi lain, penguatan teknologi pembelajaran juga akan mendukung terjadinya proses transformasi pendidikan yang lebih baik dan transisional. Dengan sentuhan teknologi pembelajaran yang sesuai, pembelajaran yang selama ini terkesan membebani berubah menjadi menyenangkan. Yang sebelumnya bersifat tertutup bergeser menjadi lebih terbuka dan transparan.
Sebagai pendidik, Ibu Guru harus memahami betul tentang bagaimana prinsip-prinsip pemanfaatan TIK untuk pembelajaran khususnya aplikasi/platform pembelajaran. Jika prinsip-prinsip pemanfaatan TIK untuk pembelajaran ini sudah dipahami dengan baik, maka penguatan teknologi pembelajaran dan penguasaan aplikasi pembelajaran bisa dengan mudah untuk diimplementasikan di dalam kelas sebagai bahan pembelajaran. Kemampuan dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di bidang teknologi pembelajaran merupakan suatu hal yang penting dan tidak bisa ditunda lagi saat ini demi terselenggaranya pembelajaran abad 21 yang sangat dinamis dan kolaboratif. Tentu saja, upaya itu harus disertai dengan semangat dan dedikasi, serta keterampilan khusus dan terlatih dengan praktik pembelajaran yang telah terbukti efektif. Ini semua sangat diperlukan untuk memotivasi peserta didik dan meningkatkan potensi belajar mereka di dunia digital pendidikan.-
Penulis : Moch. Abduh, Ph.D. – Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) Ahli Utama, Direktorat Guru Dikdas, Kemendikbudristek
Ilustrasi: Renny Febrianty