Sentuhan Teknologi Pembelajaran dalam Peribadatan

0
1965

 

Oleh: Moch. Abduh, Ph.D.

Apakah proses pembelajaran selalu terjadi di dalam kelas? Apakah proses pembelajaran senantiasa berbatas dimensi ruang dan waktu? Hampir semua lapisan masyarakat menjawabnya pasti tidak. Tidak ada yang menyangkal bahwa proses pembelajaran dapat terselenggara dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Sepintas mirip dengan tagging iklan sebuah produk. Faktanya, banyak sekali proses pembelajaran berhasil terselenggara dengan baik terjadi di luar kelas. Sering juga dimaknai sebagai pembelajaran berbasis masyarakat. Pembelajaran pun tidak hanya terjadi pada ranah kognitif semata, pun terselenggara juga pada domain soft skill. Pada konteks yang lebih makro, pembelajaran tidak hanya terjadi pada dunia pendidikan. Haqqul yakin pembelajaran juga terjadi di area lain semisal di peribadatan keagamaan.

Banyak pihak meyakini teknologi adalah bagian integral dari setiap budaya yang berkembang di sebuah negara. Semakin maju budaya sebuah negara, semakin canggih pula teknologi yang digunakan. Selain di bidang pendidikan, teknologi juga sering diterapkan di banyak bidang kehidupan, termasuk peribadatan. Oleh karenanya, teknologi ini sudah sewajarnya bekerja di semua bidang secara terintegrasi, yaitu berkembang secara logis, rasional, sesuai kebutuhan dan terintegrasi dengan berbagai bidang kehidupan.

Secara keilmuan, teknologi pembelajaran adalah metode ilmiah yang digunakan untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan yang berkenaan. Adopsi dan adaptasi teknologi pembelajaran pada konteks peribadatan, dalam hal ini ibadah di Masjid Nabawi, lebih spesifik lagi di Raudhah dan ziarah makam Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shidiq, dan Umar bin Khatab, ternyata membawa perubahan besar yang mempengaruhi manajemen pengelolaannya. Raudhah merupakan area yang berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah, yang terletak di antara makam Rasululloh SAW dan mimbar. Sebelumnya, jamak dipahami dan diketahui bahwa kesempatan memasuki Raudhah dibatasi berdasarkan gender dan rentang waktu yang sudah ditetapkan. Akibatnya pada rentang waktu tersebut, jemaah akan berebut, berjubel dan berdesakan baik ketika akan memasukinya maupun ketika beribadah di dalamnya. Beyond that, kondisi tersebut berpotensi membuat jemaah merasa was-was, kurang aman dan nyaman, pun barangkali kurang khusuk saat menjalankan ibadahnya.

Sejak beberapa waktu yang lalu, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, melalui Kementerian Haji dan Umroh memberlakukan sejumlah aturan baru dalam kegiatan ibadah dan ziarah di musim haji dan umroh. Salah satunya adalah aturan wajib mengajukan permintaan ijin melalui aplikasi e-Haj atau Eatmarna untuk berkunjung ke Raudhah dan makam Nabi. Eatmarna yang diterjemahkan sebagai “mari menunaikan umrah” pada awalnya dikembangkan untuk mengelola kunjungan selama pandemi COVID-19 ketika ketentuan jarak sosial diberlakukan. Keberhasilan aplikasi dalam memastikan akses yang sama untuk semua jamaah dan memberikan pengalaman yang baik, aman dan lancar membuat Kementerian Haji dan Umroh terus menggunakannya setelah pencabutan pembatasan aturan COVID-19.

 

 

 

 

 

 

 

Jemaah yang akan masuk ke Raudhah diatur sedemikian rupa dengan menggunakan sistem teknologi digital.  Maknanya, sebelum memasuki Raudhah, jemaah harus mendaftar atau mengajukan permintaan untuk berkunjung melalui aplikasi. Area Raudhah memiliki batas kuota pengunjung jemaah yang kini ditentukan dan ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Setiap jemaah yang ingin masuk ke Raudhah secara berkelompok harus sesuai dengan jadwal yang sudah tersedia dalam aplikasi Eatmarna. Dalam aplikasi tersebut pemerintah Saudi Arab sudah memasukan dan menetapkan jadwal kunjungan per travel penyelenggara umroh. Sementara bagi jemaah yang akan melakukan kunjungan ibadah dan ziarah secara mandiri bisa dilakukan menggunakan aplikasi Eatmarna yang dapat diunduh melalui ponsel pribadi milik jemaah masing-masing. Aplikasi ini hanya dapat diakses oleh mereka yang telah divaksinasi. Di sana tertera waktu kunjungan serta pintu masuk mana yang harus digunakan untuk jemaah bisa masuk ke dalam Raudhah di Masjid Nabawi. Dengan Eatmarna ini semua data jemaah akan mudah di-update sehingga jemaah akan mendapatkan kemudahan dan perbaikan pelayanan ibadah berbasis teknologi. Melalui aplikasi ini, jemaah harus mengajukan izin (tasreh). Tidak ada yang diizinkan untuk melakukan umrah dan mengunjungi Raudhah kecuali setelah mendaftar di aplikasi Eatmarna. Setelah mendaftar, jemaah harus menentukan hari dan rentang waktu kapan dia ingin memasuki Raudhah. Sampai tulisan ini dibuat, jumlahnya dibatasi hanya 6 ribu orang per hari, dan itupun dilakukan dalam periode terbatas. Aturan lainnya, usia jemaah yang diziinkan untuk berumrah dan memasuki Raudhah antara 18 hingga 65 tahun.

Aplikasi Eatmarna dilengkapi dengan indikator berwarna yang menunjukkan status keramaian dan kepadatan pada saat jam-jam sibuk. Fitur ini akan membantu jamaah memilih waktu yang tepat untuk berkunjung sekaligus menghindari titik kerumunan dan keramaian di Raudhah. Warna abu-abu menunjukkan tidak tersedianya waktu pemesanan sementara hijau menunjukkan sedikit ramai, oranye cukup ramai dan merah sangat ramai. Dengan adanya indikator warna ini jamaah bisa memilih waktu yang lebih tepat dan aman, saat tidak ada kerumunan tinggi jamaah. Para pengunjung harus datang tepat waktu atau berisiko kehilangan slot waktu beribadah mereka karena untuk masuk harus sesuai dengan kuota yang ditetapkan.

Bagaimana jika ada jemaah yang melanggar? Dilansir dari Saudi Gazette, dengan tegas Kementerian Dalam Negeri, Arab Saudi mengeluarkan peringatan bagi jemaah yang mencoba beribadah umroh tanpa tasreh ataupun yang mencoba memasuki Raudhah tanpa izin. Denda maksimal sebesar SR10.000 atau sekitar Rp.39 juta akan dikenakan bagi jemaah yang diketahui melakukannya tanpa tasreh. Kementerian juga mengingatkan orang-orang tentang perlunya mengikuti langkah-langkah pencegahan untuk memastikan keselamatan, kesehatan dan keamanan mereka yang mengunjungi tempat suci tersebut. Melalui penggunaan aplikasi tersebut, nampak secara terang benderang bahwa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi serius untuk memfasilitasi penyelenggaraan ibadah berbasis teknologi digital dengan lebih baik, tertib, aman, nyaman dan lancar.

Lantas apa dan bagaimana terjadi proses pembelajarannya? Jelas dan mudah dipahami bahwa pembelajaran yang terjadi disana tidak pada domain kognitif, yang didefinisikan sebagai kemampuan yang mencakup kegiatan aktifitas otak untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Lazimnya, ranah ini berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual dari mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah.

Sebagaimana disinggung di awal tulisan ini, proses pembelajaran disana terselenggara pada ranah afektif, tepatnya kemampuan soft skill. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Pada pelaksanaan ibadah umroh berbasis teknologi Eatmarna, pembelajaran soft skill-nya terselenggara dengan baik dan terekskalasi secara masif. Kemampuan dan kompetensi para jemaah semakin meningkat dan menjadi lebih baik. Indikatornya sangat nyata terlihat manakala terjadi peningkatan sikap dan perilaku para jemaah menjadi lebih baik. Mereka menjadi lebih sabar, tenang, tawakal, tawaddu’, khusu’, tertib, berbudaya antri, menghargai sesama jemaah lain, memprioritaskan jemaah lain yang lebih membutuhkan, dan tidak memaksakan kehendak pribadi. INSYA ALLOH sentuhan teknologi pembelajaran ini dapat dimanfaatkan jemaah umroh beribadah dengan lebih maksimal dan pulang kembali ke tanah air sebagai umroh yang mabrur. Amiin Ya Robbal Alamin.-

Penulis : Moch. Abduh, Ph.D. – Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) Ahli Utama, Direktorat Guru Dikdas, Kemendikbudristek

Ilustrasi: Renny Febrianty