Flipped Classroom sebagai Solusi Pembelajaran Tatap Muka Bergilir Pasca Pandemi

0
26918

Pusdatin Kemendikbudristek (24/6) – Sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mulai tahun ajaran baru Juli 2021 direncanakan seluruh sekolah kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sementara itu, data perkembangan pandemi covid-19 belum menunjukkan penurunan yang signifikan.

Bahkan di beberapa tempat masih cenderung naik dan sebagian daerah masuk dalam kategori zona merah. Setiap daerah menerapkan kebijakan yang berbeda terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Hal tersebut tentu saja menimbulkan rasa kekhawatiran, baik bagi orang tua murid maupun bagi guru. Namun di pihak lain, kerinduan anak-anak akan suasana sekolah juga sudah semakin memuncak. Anak-anak sudah mengingatkan kembali sekolah seperti biasa. Bagaimana solusinya?

Untuk mengurangi risiko kerumunan, sebagian sekolah membuat kebijakan belajar dengan membagi giliran (shift) murid masuk sekolah. Misalnya untuk yang jumlah murid satu kelas sebanyak 40 anak, maka hanya 20 anak yang masuk sekolah sedangkan 20 lainnya belajar di rumah. Bahkan, menurut Kompas Juni 2021, jumlah murid masuk dibatasi hanya maksimal 25% saja.

Kebijakan ini dimaksudkan agar murid memungkinkan untuk duduk berjarak, satu bangku satu orang murid. Hal ini tentu saja menimbulkan banyak tanda tanya. Bagaimana kegiatan pembelajaran bisa efektif melayani seluruh siswa dengan pembatasan jumlah tersebut?

Pertanyaan lanjutannya, apa yang dilakukan oleh siswa yang di rumah ketika teman-temannya belajar di sekolah? Apakah guru dapat mengulang secara persis apa yang disampaikannya kepada siswa hari ini dengan kelompok siswa yang giliran masuk kelas besok? Bagaimana dengan target kurikulum? Serta sejumlah pertanyaan lainnya. Hal ini merupakan suatu tantangan baik bagi para guru, maupun bagi para pengembang teknologi pembelajaran. 

Secara konseptual teknologi pembelajaran, banyak menawarkan alternatif solusi untuk itu. Salah satu solusi adalah dengan penerapan pembelajaran model flipped classroom. Flipped classroom termasuk dalam kategori blended learning, yaitu pendekatan pembelajaran campuran antara tatap muka dan on line. Tulisan ini sedikit ingin berbagi tentang bagaimana menerapkan model pembelajaran flipped-classroom sebagai solusi pembelajaran kelas bergilir pasca pandemi.

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses rekayasa situasi dan lingkungan untuk memberikan pengalaman belajar pada siswa. Sadiman (2020) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran terdapat dua proses, yaitu proses belajar (oleh siswa atau mahasiswa), dan proses membelajarkan yang dilakukan oleh guru atau dosen.

Dengan melihat dua proses ini, maka timbul pertanyaan sedikit iseng, apakah kalau tidak ada guru yang membelajarkan akan terjadi proses siswa belajar? Jawabnya tentu saja bisa ya bisa juga tidak. Sebagaimana juga halnya dengan pertanyaan apakah apabila guru sudah mengajar itu berarti siswa sudah belajar? Daripada memperdebatkan hal ini, marilah kita lihat ke permasalahan pokok, mana yang lebih utama guru mengajar atau siswa belajar. 

Dalam pendekatan active learning  serta teori-teori pembelajaran mutakhir, kegiatan pembelajaran berorientasi kepada siswa. Hal pokok dari kegiatan pembelajaran adalah membuat siswa belajar. Apapun teori yang dianut atau apapun metode yang ditempuh oleh guru, pada dasarnya merupakan usaha untuk membuat siswa belajar. Dengan pemahaman ini maka tugas utama seorang guru bukanlah mengajar, tapi menciptakan situasi agar siswa belajar.

Belajar dapat berlangsung kapan saja, di mana saja, dengan siapa saja, bahkan dalam situasi apa saja. Belajar merupakan suatu proses interaksi antara seorang individu (siswa) dengan sumber belajar. Sedangkan guru adalah salah satu sumber belajar. Pengertian dasar ini akan membawa kita untuk memahami bagaimana menghadapi kondisi pembelajaran di masa pandemi ataupun masa pasca pandemi. Intinya pada situasi apapun guru harus mampu menciptakan situasi agar siswa dapat dan harus belajar. Bahkan kalau ditinjau dari sisi optimisme, situasi pandemi ataupun pasca pandemi juga merupakan sumber belajar yang sangat berharga.

Pengalaman pada masa pandemi telah memaksa pembelajaran dilakukan sepenuhnya jarak jauh karena siswa harus berada dan belajar dari rumah (BDR). Siap atau tidak siap, kita telah melalui masa lompatan peradaban, yang mungkin masih menyisakan sedikit traumatik.

Terlepas dari pro kontra apakah BDR merupakan suatu bentuk pembelajaran jarak jauh, kenyataannya dalam BDR siswa harus terpisah dari gurunya, dan harus belajar secara online. Praktek BDR merupakan kebalikan dari (melawan arah) teori kontinum e-learning yang dikemukakan oleh Rashty (1999) yang dikutip oleh Noirid (2007) sebagaimana yang dikutip oleh Uwes (2013).

Pada Rashty, e-learning pembelajaran jarak jauh merupakan proses kontinum dari pembelajaran tradisional plus yang disebut adjunct, yaitu pembelajaran tradisional ditunjang pembelajaran online sebagai pengayaan. Kemudian berkembang menuju mixed atau blended learning, di mana penyampaian pembelajaran secara online merupakan suatu bagian dari sistem yang tidak terpisahkan. Selanjutnya berkembang menjadi pembelajaran fully online, di mana seluruh aktivitas pembelajar dirancang dan dilaksanakan secara online

Kontinum Online Learning (Sumber; Uwes 2013)

Untuk menjalankan pembelajaran fully online tentu saja diperlukan sejumlah perangkat pendukung, seperti infrastruktur, sistem dan aplikasi, konten atau media pembelajaran digital, dan juga sumber daya manusia yang memadai. Penerapannya juga perlu kesiapan dari peserta didik itu sendiri. Walaupun begitu, pandemi telah memberikan pembelajaran yang sangat penting. Tanpa kesiapan itu semua, semua guru dan siswa di Indonesia (bahkan di seluruh belahan dunia) terjun bebas memasuki masa pembelajaran jarak jauh (online).

Saat ini sudah muncul kerinduan siswa untuk kembali belajar bertatap muka. Survei yang dilakukan terhadap lebih dari lima ribu siswa, mayoritas siswa menyatakan ingin pembelajaran kembali tatap muka (Kusnandar 2021). Dengan begitu maka kebijakan untuk kembali membuka sekolah tatap muka sangat bijaksana. Akan tetapi tentu saja tidak dapat kembali ke awal sebagaimana kelas tradisional. Pembatasan jumlah siswa dan jadwal masuk kelas secara bergilir merupakan keniscayaan bagi guru untuk memberikan layanan pembelajaran secara blended, yaitu memadukan antara kegiatan belajar di rumah dengan kegiatan belajar tatap muka di sekolah.

Di antara pendekatan blended, ada satu model pembelajaran yang saat ini banyak diminati dan diterapkan oleh para guru di sekolah, yaitu model flipped classroom. Secara bahasa flipped classroom berarti kelas yang dibalik, yaitu yang dimaksudkan adalah suatu model yang membalik kebiasaan dalam pembelajaran tradisional.

Konsep flipped classroom  yakni aktivitas yang biasanya dikerjakan di rumah, sekarang dikerjakan di sekolah, dan aktivitas yang biasanya dikerjakan di sekolah, sekarang dikerjakan di rumah (Muthmainah, 2018). Kalau dalam kelas tradisional biasanya siswa diberikan pengetahuan dasar teoritis di kelas, kemudian dilanjutkan dengan tugas untuk praktek di rumah, maka pada flipped classroom, pengetahuan dasar dan teoritis dipelajari sendiri oleh anak di rumah, kemudian dilanjutkan dengan implementasi atau praktek pada kegiatan tatap muka di kelas. 

Wulandari (2020) mengaitkan flipped classroom dengan taksonomi Bloom, di mana pada kegiatan belajar di rumah sebelum masuk kelas, siswa akan belajar secara mandiri terkait kompetensi tingkat rendah C1 dan C2 yang termasuk pada kategori low order thinking (LOT), yaitu mencakup kompetensi mengingat dan memahami. Sedangkan pada pertemuan tatap muka di kelas, siswa akan meningkat pada kompetensi C3 dan C4, yaitu menerapkan dan menganalisis yang termasuk kategori high order thinking (HOT).

Farida dkk (2019) mengembangkan model flipped classroom dengan memanfaatkan media video sebagai bahan belajar di rumah sebelum siswa (mahasiswa) masuk kelas. Dengan menyimak tayangan video tersebut siswa (mahasiswa) dapat memahami materi yang akan didiskusikan atau dipelajari lebih lanjut di kelas, sehingga proses pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih efisien.

Kegiatan belajar sebelum masuk kelas dengan menonton video tersebut berfokus pada kompetensi berpikir tingkat rendah (LOT), seperti memahami (understanding) dan mengingat (remembering). Sedangkan untuk kegiatan belajar yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOT) dilakukan di kelas, seperti dengan berdiskusi menganalisis, menyimpulkan, ataupun mempresentasikan. 

Kesempatan tatap muka dapat juga digunakan untuk kegiatan yang bersifat praktik atau expose unjuk kerja sebagaimana yang dilakukan oleh Ali Basyah (2018) yang mengembangkan bahan belajar multimedia untuk pembelajaran dengan model flipped classroom terkait materi technopreneurship.

Pengembangan pembelajaran tersebut menunjukkan hasil positif terutama setelah siswa berhasil membuat perencanaan usaha dan mendapat apresiasi dari hasil expose program dan produk yang diterima pasar di Business Center Multimedia.  Dengan melihat beberapa pengalaman tersebut, tidak ada salahnya kalau para guru menerapkan model ini untuk pembelajaran kelas bergilir pasca pandemi.

Flipped Classroom

Pola dasar kegiatan belajar flipped classroom terbagi ke dalam dua bagian, yaitu; 1. Kegiatan belajar di rumah sebelum masuk kelas, dan 2) Kegiatan belajar di kelas. Pola dasar tersebut dapat berkembang sesuai kebutuhan (kondisi) sekolah masing-masing. Di antaranya ada yang mengembangkan menjadi tiga tahap dan empat tahap.

Pada situs pembelajaran inovatif kemdikbud, flipped classroom dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu; 1) Kegiatan siswa belajar mandiri di rumah, 2). Kegiatan siswa belajar tatap muka di sekolah, 3). Evaluasi dan tindak lanjut. Ketiga tahapan ini dapat dikembangkan sekaligus menjadi sintaks atau alur pembelajaran dari model ini.

Gambar berikut ini menunjukkan alur pembelajaran tersebut secara berurut dimulai dari before (belajar di rumah sebelum masuk kelas), during (belajar di kelas), dan after (di rumah setelah kelas). Agar lebih jelas tiga tahap tersebut dapat dirinci ke dalam kegiatan belajar yang lebih spesifik. Berikut adalah contoh kegiatan belajar yang mungkin dapat dilakukan dalam pembelajaran model flipped classroom dengan tiga langkah.

Pola Umum Flipped Classroom
  1. Kegiatan di rumah sebelum masuk kelas

Agar pembelajaran terarah dan siswa tidak bingung, guru perlu memberikan tugas yang jelas terkait apa yang harus dilakukan oleh siswa di rumah. Oleh karena itu, hal pertama yang harus guru lakukan adalah memberikan tugas. Dalam model flipped classroom, tugas hendaklah yang sederhana dan tidak terlalu rumit, sehingga mudah dilakukan oleh siswa. Misalnya menonton tayangan video pembelajaran, mendengarkan audio, membaca teks, atau multimedia interaktif, dll.

Tugas yang diberikan sebaiknya tidak terlalu banyak, misal hanya satu judul video saja dengan durasi kurang lebih 15 menit. Judul bahan belajar dan di mana bahan belajar tersebut dapat diperoleh harus diberitahukan kepada siswa, agar siswa fokus pada materi yang akan dipelajari. Akan lebih baik lagi kalau bahan belajar tersebut merupakan media pembelajaran yang sudah disiapkan atau dibuat oleh guru.

Namun, apabila guru belum memiliki bahan belajar sendiri, guru dapat mencari dan mendownload pada portal Rumah Belajar dengan alamat url: belajar.kemdikbud.go.id, atau tve.kemdikbud.go.id, ataupun suara-edukasi.kemdikbud.go.id. Di samping itu terdapat juga m-edukasi. kemdikbud.go.id, dan radioedukasi.kemdikbud.go.id, dll. Situs pembelajaran tersebut banyak menyediakan sumber belajar digital yang sesuai dengan kurikulum sekolah.

Selanjutnya, sebagai bukti telah melaksanakan tugas, sebaiknya siswa diminta untuk menulis rangkuman atau poin-poin penting dari apa yang telah dipelajarinya pada selembar kertas. Atau dapat juga diminta untuk membuat gambar skema dll tergantung pada materi yang dipelajari.

2. Kegiatan belajar di kelas

Dalam pertemuan tatap muka di kelas, banyak pilihan metode yang dapat guru lakukan, antara lain; presentasi, diskusi kelompok, galeri, praktikum, dll. Misal guru memilih diskusi kelompok. Tempat duduk siswa diatur dalam formasi diskusi kelompok dengan tetap menjaga jarak. Guru dapat mempersilahkan siswa untuk menceritakan tentang apa yang telah mereka pelajari di rumah secara bergantian. Berikanlah keleluasaan siswa untuk bercerita dan berikan kesempatan siswa lain untuk menanggapi, sehingga terjadi diskusi.

Apabila siswa ada kesulitan, guru dapat membantu memberikan penjelasan. Selain diskusi, bisa juga dipilih metode galeri. Dalam metode ini, siswa dipersilakan memasang display atau galeri hasil belajarnya di rumah, baik dalam bentuk gambar, teks, ataupun hasil karya. Tergantung kepada materi pelajaran. Hasil karya siswa tersebut bisa dipajang di meja masing-masing atau ditempel di dinding.

Galeri dapat dikunjungi oleh siswa lainnya secara bergantian. Pengunjung diberikan kesempatan untuk memberikan komentar atau sekedar memberikan tanda bintang atau gambar jempol. Banyak contoh metode lainnya yang dapat dikembangkan oleh guru. Intinya, kegiatan belajar tatap muka sebaiknya dibuat bervariasi, membuat siswa aktif dan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna, serta tetap jaga protokol kesehatan. Dalam hal ini guru harus dapat menahan diri untuk tidak memanfaatkan waktu tatap muka untuk mengajar dengan memberikan ceramah sepanjang waktu.

3. Kegiatan tindak lanjut

Pada tahap ini, guru dapat memberikan apresiasi, saran, motivasi dll bagi siswa agar tetap semangat belajar.  Guru juga dapat mengaitkan pembelajaran yang telah dipelajari hari ini dengan kehidupan nyata siswa baik saat ini maupun pada masa yang akan datang. Sehingga siswa mengerti makna penting dari pengalaman belajar yang telah dilaluinya. Kesempatan tatap muka dapat juga digunakan untuk memberikan tugas pada putaran flipped classroom selanjutnya.

Tips Pengelolaan Pembelajaran

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran model flipped classroom dengan optimal, ada sejumlah tips yang mudah-mudahan bermanfaat sebagai berikut;

1). Lakukan analisis kurikulum. Identifikasi dan pilih topik atau materi pelajaran penting sesuai dengan kebijakan kurikulum masa pandemi. Pemilihan ini perlu dilakukan mengingat situasi pandemi berbeda dengan kondisi normal. Target kurikulum mungkin dikurangi secara realistis;

2). setelah topik teridentifikasi, lanjutkan dengan mencari dan memilih media pembelajaran yang tersedia. Media pembelajaran atau sumber belajar digital pada portal Rumah Belajar dan lainnya sebagaimana sudah disebutkan di atas;

3). siapkan lembar tugas siswa yang relevan dengan topik dan media tersebut. Lembar tugas tidak perlu dalam bentuk LKS (lembar kerja siswa) yang rumit, cukup berisi beberapa butir pertanyaan atau tugas saja. Nah, setelah teridentifikasi topik, media, dan tugas, maka selanjutnya;

4). buatlah perencanaan atau jadwal pembelajaran untuk satu semester atau minimal satu bulan;

5) jangan lupa mintalah arahan atau persetujuan kepala sekolah untuk rencana penerapan pembelajaran dengan model flipped classroom. Libatkan juga orang tua murid dalam perencanaan tersebut, terutama untuk jenjang SD dan SMP agar mereka memahami dan siap mendukung program ini; 

6) sepakati jadwal dengan murid, sekaligus jelaskan cara pelaksanaan pembelajaran. Penjelasan kepada siswa dan orang tua dapat dilakukan secara tertulis lengkap dengan jadwal dan tugas yang harus dikerjakan;

7) optimalkan pendekatan pembelajaran aktif (active learning) dengan memanfaatkan TIK (gadget) yang umumnya dimiliki oleh siswa;

8) gunakan kesempatan tatap muka untuk kegiatan pembelajaran dengan kompetensi tinggi (HOT) sedangkan LOT dapat dilakukan di rumah sesuai jadwal.

Demikian sedikit pemikiran guna membantu para guru dalam menghadapi pembelajaran kelas bergilir di era pandemik dan pasca pandemik. Mudah-mudahan bermanfaat.

Penulis: Kusnandar, M.Pd.– PTP Madya Substansi Pemanfaatab dab Evaluasi Teknologi Pembelajaran Pusdatin Kemendikbudristek

Editor/Desain : Fikri/Renny

Referensi :

Basyah, Ali, Flipped Classroom Material untuk Meningkatkan Minat Technopreneur Siswa SMK, Jurnal Teknodik, No. 22 vol 1, th 2018

https://jurnalteknodik.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalteknodik/article/view/320/231

Chaeruman, Uwes, Merancang Model Blended Learning, Jurnal Teknodik, vol 17, No. 4, th 2013

https://jurnalteknodik.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalteknodik/article/view/577/379

Farida, Ratna, dkk, Pengembangan Model Pembelajaran Flipped Classroom dengan Taksonomi Bloom pada Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia, Jurnal Kwangsan, vol 7, No. 2, 2019

https://jurnalkwangsan.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalkwangsan/article/view/130/pdf

Kompas, Aturan Masuk Sekolah Dibuka Juli; Jumlah Murid, Jadwal, dan Durasi Pelajaran, https://www.kompas.com/tren/read/2021/06/07/152500565/aturan-sekolah-tatap-muka-dibuka-juli–jumlah-murid-jadwal-dan-durasi?page=all

 

Kusnandar, Sebuah Gagasan Model Pembelajaran Kolaboratif Pasca Pandemi pada Portal Rumah Belajar, Pena, Kemdikbud, April 2021

http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2021/04/sebuah-gagasan-model-pembelajaran-kolaboratif-pasca-pandemi-pada-portal-rumah-belajar/

Mutmainah, Siti, Model Pembelajaran Flipped Classroom, Pustekkom, 2018 https://sibatik.kemdikbud.go.id/inovatif/assets/file_upload/pengantar/pdf/pengantar_2.pdf

Sadiman, Arief, dkk, Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, edisi revisi 2020, Pusdatin

Wulandari, Mega, Konsep Dasar Metode Flipped Classroom, Universitas Sanata Dharma,  https://www.usd.ac.id/pusat/ppip/2020/05/04/konsep-dasar-metode-flipped-classroom/