TIMESINDONESIA, JAKARTA – Selama ini, permasalahan intoleransi dan kekerasan beragama menjadi ancaman besar bagi masa depan bangsa Indonesia. Selain itu, rasialisme juga menjadi tantangan besar, baik di Amerika Serikat, Indonesia dan beberapa negara lain. Praktisi pendidikan M. Hasan Chabibie menilai bahwa pendidikan sangat penting untuk mengatasi radikalisme dan intoleransi. Juga, menawarkan solusi untuk pencerahan publik dalam rangka mengikis rasialisme.
Hal ini disampaikan M. Hasan Chabibie dalam dialog publik tentang penanganan radikalisme. “Pendidikan adalah hulu dalam penanganan radikalisme dan intoleransi,” ungkap M. Hasan Chabibie, Plt Ketua Pusdatin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (8/6/2020).
Menurut Hasan, keteladanan menjadi sangat penting untuk membangun solidaritas serta mempromosikan toleransi, dalam gagasan dan tindakan. “Keteladanan harus dipraktekkan dalam skala yang paling kecil, setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah,” terangnya.
M. Hasan Chabibie, yang juga mengemban amanah sebagai Plt Ketua Umum Mahasiswa Ahlut Thariqah an-Nahdliyyah (MATAN) mengungkapkan bahwa tasawuf mengajarkan nilai-nilai penting untuk relasi kebangsaan. “Tasawuf menjadi solusi atas praktek keberagamaan yg keras dan puritan,” jelasnya.
Sebelumnya, M. Hasan Chabibie menyampaikan gagasan-gagasan terkait penanganan radikalisme dalam sebuah forum bertajuk “Menghentikan Mata Rantai Penyebaran Paham Radikal di Lembaga Penyiaran dan Medsos”, yang dihadiri Dr. Muhammad Luthfi Zuhdi, M.A, (Wakil Rektor IV Universitas Indonesia), Muhammad Nuruzzaman (Densus 99), Abdullah Hamid (UIN Surabaya), dan Muhammad Reza (KPI Pusat).
Menurut M. Hasan Chabibie, permasalahan global berupa merebaknya paham radikal, intoleransi dan rasialisme harus dilawan dengan edukasi publik serta solidaritas global. “Sinergi dan kolaborasi menjadi kunci menjaga rumah besar Indonesia serta tatanan keseimbangan internasional,” ungkapnya. (*)
*) Penulis Adalah M. Hasan Chabibie, praktisi pendidikan, bergiat di Pusdatin Kemendikbud.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id