Teknologi Pembelajaran untuk Guru PAUD

0
23432

Oleh Shalehuddin Al Ayubi, S.I.Kom., M.Hum.

Bosan…lelah…ngantuk… adalah beberapa curahan kata yang keluar dari siswa PAUD saat pembelajaran daring diterapkan ketika pandemi, banyak diantara orang tua yang mengeluh dengan proses pembelajaran daring, khususnya bagi anak-anak PAUD. Betul sekali, Guru-Guru PAUD memiliki tantangan tersendiri saat pembelajaran daring diterapkan. Tidak hanya itu, lembaga penyelenggara PAUD banyak yang harus terhenti, mati suri. Semestinya, pandemi bukan menjadi penghalang bagi guru PAUD untuk kreatif dalam menciptakan inovasi pembelajaran. Sehingga siswa siswinya tetap antusias bermain dan belajar walau jarak memisahkan diri mereka dengan guru-guru PAUD yang mereka cintai.

Tampaknya, guru PAUD tidak hanya harus pintar menyanyi, menari atau menulis puisi. Guru PAUD saat ini juga harus mengerti teknologi, mengapa? karena siswa siswinya juga sudah hidup dalam gegap gempita teknologi terkini. Bayangkan! Gawai bukan hal rumit bagi mereka untuk digunakan setiap hari, kita tidak pernah ajari mereka cara membuka aplikasi, tapi mereka sudah tahu tombol mana saja yang harus ditelusuri. Bukan begitu?

Oleh karena itu, pendayagunaan teknologi harus menjadi sajian “5 sempurna” untuk melengkapi “sajian sehat” yang sudah dikuasai guru-guru PAUD. Teknologi tidak mesti penggunaan media digital yang saat ini jadi makanan setiap hari dalam pelatihan dan bimbingan teknis inovasi pembelajaran. Teknologi tidak hanya mencakup penggunaan hard technology saja, namun juga soft technology yang berkaitan dengan perencanaan pembelajaran, model-model pembelajaran inovatif untuk PAUD dan skill lainnya yang mendukung. Untuk penguasaan kedua aspek ini, guru-guru PAUD bisa menggandeng para pengembang teknologi pembelajaran, untuk bersama sama mencari model atau media yang tepat dalam lesson plan yang akan diterapkan di dalam maupun di luar kelas.

Hal yang paling penting untuk diketahui adalah, bahwa teknologi (Hard Technology) bisa berdampak baik terhadap pembelajaran, namun juga bisa memiliki dampak buruk jika tidak termanfaatkan dengan baik. Beberapa hal ini bisa dilakukan oleh guru-guru PAUD untuk berteknologi dalam melewati proses pembelajaran :

3 Prinsip Media Pendidikan Digital untuk Guru PAUD

Dalam mengembangkan media pembelajaran untuk anak usia dini, para guru PAUD hendaknya memahami 3 prinsip media digital untuk anak, yaitu :

  1. Media digital yang berkualitas harus ramah anak (tidak merusak kesehatan fisik dan mentalnya serta memfasilitasi perkembangan diri mereka)
  2. Media digital untuk anak usia dini harus berkualitas baik secara konten, konteks maupun kegunaannya.
  3. Media digital yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan siswa atau guru dalam proses pembelajaran.

Prinsip pertama, seorang guru PAUD harus memahami, bagaimana teknologi terus berkembang setiap saat. Perkembangan teknologi ini semakin baik karena user bisa memberikan masukan pada develepor untuk kenyamanan saat berselancar, sehingga user interface (UI) dan user experience (UX) dari sebuah platform akan terus terupdate. Di sinilah letak pentingnya jaminan untuk anak mendapatkan pengalaman dan penampakan visual yang sehat dan menyehatkan. Contohnya, dalam sebuah media sosial, siswa PAUD bisa dengan mudah mendapatkan konten yang tidak sehat secara materinya, merusak moral atau akhlaknya, jika tidak ada pendampingan orang tua dan guru. Selain itu, penggunaan perangkat teknologi harus disesuaikan dengan kondisi fisik anak, kecerahan layar, kedekatan mata dengan layar, serta durasi waktu anak memegang perangkat (device) perlu pendampingan dan kemampuan orang tua untuk menyesuaikan dan memberikan bimbingan kepada anak dengan bahasa yang baik tanpa harus menimbulkan teriakan teriakan penolakan dari anak.

Prinsip kedua, kualitas konten perlu menjadi sorotan, karena Gen-Y memiliki pemahaman teknologi yang baik, bahkan mereka hidup di dalam teknologi terupdate. Hari-hari mereka selalu diiringi dengan teknologi. Melek teknologi adalah salah satu diantara sekian banyak kunci keahlian yang dimiliki Gen-Y. Pada umumnya, Gen-Y memiliki beberapa keahlian, diantaranya: berorientasi pada riset, karakter yang beragam dan memiliki kepercayaan diri yang baik. Dengan mengetahui keahlian-keahlian dasar mereka, guru PAUD dapat menentukan media yang tepat dalam proses pembelajarannya. Karena Gen-Y memiliki pemahaman teknologi yang baik maka guru PAUD  tidak hanya menyiapkan konten yang benar secara materi namun juga harus menarik dan interaktif. Interaktivitas konten akan sangat disukai oleh anak-anak usia dini, karena mereka tidak pasif dalam bermedia sosial, itulah mengapa konten-konten video dengan durasi pendek lebih banyak diminati. Gen-Y lebih menyukai konten yang langsung menjelaskan materi yang ingin mereka ketahui. Banyak konten berdurasi panjang akan di-skip atau dilewati oleh mereka. Sehingga kini youtube membuat satu fitur khusus, yaitu short video untuk konten-konten durasi pendek mereka.  Setelah konten diyakini benar dan menarik, guru harus mengetahui konteks dan kegunaannya, sebagai contoh: ketika guru memanfaatkan video untuk mengenalkan huruf dan suara, guru harus memastikan konteks penggunaannya. Apakah suara yang diperdengarkan memang sudah cocok untuk anak yang tinggal di daerahnya ? disinilah letak pentingnya konsep local wisdom atau pembelajaran yang berbasis kearifan lokal untuk diterapkan pada PAUD. Seperti di TK Nasyithatun Nisa Riau, mereka telah menerapkan dan memperkenalkan berbagai unsur budaya lokal, seperti pakaian adat, lagu-lagu, tarian dan makanan khasnya.

Prinsip ketiga, media digital yang dibuat harus sesuai dengan kebutuhan. Guru PAUD harus memahami karakter media yang sesuai untuk model pembelajaran yang akan diterapkan. Diantara beberapa media yang dapat digunakan adalah, Media sederhana 2 dimensi (poster, mind map) dan 3 dimensi (boneka, patung, miniatur lampu merah), media video, audio, multimedia interaktif dan hypermedia. Untuk kebutuhan media bagi anak yang usianya 2 hingga 6 tahun, masa dimana mulai tumbuh kemandiriannya. Pada usia ini, anak perlu mendapatkan stimulus yang tepat. Penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu guru. Media sederhana memang memiliki kekuatan lebih, karena akan merangsang sensor motorik anak, agar anak aktif menggunakan semua indra yang ia miliki. Sedangkan media digital berbentuk audio visual bisa menjadi sarana pelengkap bagi anak untuk mempelajari berbagai hal, mulai dari konsep pengetahuan warna, suara, bentuk yang ia belum ketahui sampai dengan lagu dan budaya lokal, agar tumbuh rasa cintanya pada budaya dan untuk menyalurkan bakat seni mereka, karena pada dasarnya media audio visual memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah kemampuan untuk mempercepat durasi suatu kejadian yang secara realitas berlangsung lama, repetisi yang bisa dilakukan sehingga memudahkan guru dalam menyampaikan materi tanpa harus menjelaskan berulang-berulang kepada siswa.

Untuk menerapkan ketiga prinsip ini, guru PAUD sudah harus menyadari terlebih dahulu peran penting PAUD dalam mendidik generasi. Sehingga setiap unsur yang dibutuhkan dan akan dikembangkan dalam teknologi pembelajaran, baik hard technology maupun soft technology bisa dengan mudah diimplementasikan dalam ruang belajar PAUD, baik secara daring maupun luring.

#PAUDituPenting

Pendidikan sejatinya memiliki makna untuk meningkatkan atau mengimprove pengetahuan dan wawasan. Seorang siswa PAUD yang belum mengetahui warna, akan menjadi tahu bahkan bisa menyebutkan dengan tepat dan benar melalui proses pendidikan, itulah mengapa hashtag #PAUDitupenting membawa makna sebenarnya, bahwa PAUD adalah sektor pendidikan yang sangat perlu menjadi sorotan, ia awal dari segala muasal generasi, bibit dari sebuah profil pelajar pancasila yang sedang kita dengung-dengungkan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pelajar pancasila merupakan satu dari beberapa rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020-2024, dan telah dituangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2020. Disebutkan bahwa pelajar pancasila adalah perwujudan dari pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pancasila, dengan ciri beriman pada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan, bergotong royong, kretaif, mandiri dan bernalar kritis.

Untuk mengejewantahkan profil pelajar pancasila yang sangat ideal ini, perlu upaya kuat dalam pembangunan generasi sejak usia dini. Proses membangun pengetahuan anak usia dini memerlukan pendampingan yang kuat dari lingkungan keluarga, dalam hal ini orang tua. Anak -anak akan mengekspresikan pengetahuan dan pemahamannya melalui berbagai cara. Seperti dengan bahasa tubuh (body language), berbicara langsung, menggambar, menari, menyanyi atau menulis. Orang tua yang baik akan menangkap berbagai pesan ini dengan baik pula. Bahasa yang jujur dari dalam sanubari anak harus bisa diterjemahkan dengan kepedulian. Orang tua yang peduli dapat melihat, mengamati, berdialog dan berdiskusi dengan bahasa anak. Melalui proses tumbuh kembang yang baik dengan pendampingan orang tua, maka perwujudan 6 karakter utama pelajar pancasila itu bukan mustahil bisa terwujud.

Menurut pakar pendidikan islam, Dr. Khalid Ahmad Asy-Syantut, lingkungan pertama yang harus bertanggung jawab dalam urusan pendidikan anak bukanlah sekolah, namun sejatinya adalah rumahnya sendiri. Rumah dalam hal ini gaya pendidikan orang tua memiliki peran besar. 60 % pendidikan anak seharusnya dibangun sejak dari rumah, kemudian 20% berada di lingkungan dan 20% nya lagi berada di sekolah atau lembaga pendidikan yang diberikan kepercayaan oleh orang tuanya untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan mereka.

Jika kita melihat kondisi saat ini, anak-anak kita tidak lagi hidup dalam lingkungan yang bermakna sempit, lingkungan yang terbatas ruang dan waktu. Mereka melampaui itu, mereka adalah bagian dari warga dunia, masyarakat global yang dapat dengan mudah memiliki akses untuk mengunjungi satu tempat ke tempat lain dengan teknologi. Perusahaan-perusahaan teknologi kini sedang giat mengembangkan metaverse. Sebut saja Mark Zuckerberg, ia mendefinisikan metaverse sebagai ruang virtual yang dapat dijelajahi secara bersama dengan orang lain yang tidak berada pada satu tempat yang sama. Sebuah ruang tiga dimensi dalam alam semesta ini yang memungkinkan anak-anak kita menjadi aktor, kreator, pemain atau apapun dalam satu waktu yang sama.

Sensitifitas kita terhadap kondisi lingkungan modern seperti inilah yang harus kita tingkatkan, maka sebagai guru PAUD, mari kita kembangkan kemampuan kita, agar dampaknya bisa lebih masif dengan digitalisasi yang saat ini ada. Jika tadinya guru PAUD hanya bisa menyanyi di ruang terbatas, maka tidak menutup kemungkinan nyanyian-nyanyian motivasi, tepuk tangan penggugah semangat bisa terasa oleh anak-anak usia dini yang ada di negeri tetangga, atau dibelahan dunia lain.

Namun, lingkungan digital ini tidak melulu seperti taman indah yang penuh dengan bunga warna warni penyejuk jiwa. Ia bisa menjadi hutan rimba yang kita tidak tahu akan ada hewan buas apa di dalamnya. Maka sudah sepantasnya, guru dan orang tua harus selalu mendampingi, menggandeng siswa PAUD dengan erat ketika masuk ke era digital.

Lalu apa kaitan pentingnya PAUD dengan pendayagunaan teknologi pembelajaran oleh guru PAUD? Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa anak usia dini dikategorikan sebagai usia emas (golden age) karena pada usia inilah, anak-anak akan bertumbuh, mulai dari kemampuan bahasa, pengenalan angka, kemampuan sosialisasi, hingga kemampuan kontrol emosinya. Berdasarkan data dari Council for early childhood development pada tahun 2010, didapati bahwa untuk sensitifitas otak anak terhadap bahasa sangatlah tinggi di usia awal (0-2 tahun) kemampuan bahasa akan berkurang sensitifitasnya seiring bertambahnya usia, sementara kontrol emosi tinggi pada usia awal namun kemudian menurun di usia 3 tahun. Sedangkan kemampuan numerik dan kemampuan sosialisasi dengan teman sebaya sangat rendah di awal usianya, dan akan meningkat pada usia 2-4 tahun.

Sensitifitas otak yang terikat dengan usia-usia emas inilah yang menjadi alasan mengapa PAUD itu penting untuk diberikan perhatian lebih. Anggap saja kita tidak tahu tentang ini, lalu kita berikan stimulus yang standar saja terhadap anak-anak kita, maka kita kehilangan kesempatan untuk menjadikan anak-anak ini sebagai Gen-Y yang bertumbuh secara maksimal dan dapat mendayagunakan segenap keahlian dasar yang mereka miliki untuk kebaikan negeri ini.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memberikan perhatian lebih untuk guru PAUD dengan berbagai program kebijakan, salah satunya adalah diklat berjenjang bagi guru PAUD yang sudah mendapatkan penghargaan oleh UNESCO.  Sehingga diharapkan, jika guru PAUD sudah memiliki kompetensi yang baik dalam membelajarkan generasi, maka Indonesia akan memiliki generasi pancasila yang memiliki peran untuk kemajuan negeri. Tidak hanya di Indonesia, hampir di setiap negara juga memberikan dukungan penuh untuk perkembangan Early Childhood Education and Care (ECEC). UNICEF sebagai organisasi dunia yang menangani perkembangan anak di seluruh dunia telah merumuskan 3 indikator penting dalam hal perkembangan anak usia dini, yaitu lingkungan tempat anak bertumbuh (home environtment), akses pada tempat pendidikan anak usia dini, dan perkembangan anak yang terukur sesuai usia tumbuh kembangnya. 

Karena lingkungan menjadi salah satu indikator penting dalam perkembangan anak usia dini, termasuk lingkungan digital tempat dimana Gen-Y maka produksi konten konten PAUD yang positif, seperti praktik baik pembelajaran PAUD, pengenalan permainan lokal yang mulai ditinggalkan Gen-Y, dan konten materi literasi dan numerasi menjadi sebuah keharusan, karena untuk mengubur konten negatif yang membahayakan, bisa dilakukan dengan memperbanyak konten positif yang mencerahkan. Disinilah letak penerapan teknologi pembelajaran yang tepat untuk bisa menjadi solusi dalam permasalahan yang muncul di awal artikel ini. sekarang tugas guru PAUD bersama para pengembang teknologi pembelajaran untuk menjelajah, media apa saja yang bisa dimaksimalkan penggunaanya  dalam mendidik anak usia dini.

Media memang memiliki karakter masing-masing. Seperti media sederhana 3 dimensi (boneka, patung) lebih banyak diminati oleh guru PAUD dan juga siswanya karena mereka bisa lebih meningkatkan kemampuan motorik dengan bergerak, memegang benda  dan memainkannya, namun guru PAUD perlu kreatifitas dan upaya lebih untuk membuatnya dengan bahan-bahan yang  harus disiapkan terlebih dahulu, sedangkan video bisa lebih memudahkan, pembuatannya hanya butuh aplikasi video editing, ia bisa dibuat interaktif dengan memasukkannya ke dalam aplikasi game edukatif dengan pemanfaatan software power point, sehingga anak-anak akan gemar memainkannya, sesuai dengan karakter mereka yang mahir dalam memainkan teknologi. Ini hanyalah satu diantara sekian banyak contoh penerapan teknologi yang dapat memudahan guru PAUD untuk menjadikan pembelajaran daring ataupun luring bisa menjadi menyenangkan, tidak bosan, tidak melelahkan, dan tidak membuat kantuk.

Sifat dari teknologi pembelajaran sesungguhnya adalah sebagai tools yang seharusnya mempermudah bahkan memberikan jalan bagi GEN-Y untuk mempelajari yang belum mereka ketahui, serta merasakan sendiri pengalaman belajar yang mengasyikkan dengan kemandirian mereka. Semangat terus guru PAUD, jangan lupa bahwa PAUD itu penting dan Teknologi Pembelajaran juga Penting.

***

Penulis: Shalehuddin Al Ayubi, S.I.Kom., M.Hum.

Pengembang Teknologi Pembelajaran pada Direktorat Guru PAUD dan DIKMAS

Email : m.shalehuddin@kemdikbud.go.id

Daftar Pustaka

Contemporary Issues and Challenge in Early Childhood Education in the Asia-Pacific Region. Singapore: Springer Singapore, (n.d.).

Tranter, P., Freeman, C. (2012). Children and Their Urban Environment: Changing Worlds. (n.p.): Taylor & Francis.

Spector, J. M. (2015). Foundations of Educational Technology: Integrative Approaches and Interdisciplinary Perspectives. United Kingdom: Taylor & Francis.

Murray, J. (2017). Building Knowledge in Early Childhood Education: Young Children Are Researchers. United Kingdom: Taylor & Francis.

Technology and Digital Media in the Early Years: Tools for Teaching and Learning. (2014). United States: Taylor & Francis.

Sendek, H., Hobart, B. (2014). Gen Y Now: Millennials and the Evolution of Leadership. Germany: Wiley.

Fajriati, Ruliani. (2020). Model Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal (Local Wisdom) pada usia kanak-kanak awal. Yogyakarta : Jurnal Pelita PAUD.

Kim, J. H. (2012). Quality Matters in Early Childhood Education and Care: Korea 2012. France: OECD Publishing.

Asy-syantut, Dr. Khalid Ahmad. Rumahku Madrasah Pertamaku. Maskana Medika.

https://data.unicef.org/topic/early-childhood-development/overview/