RECOMMENDATIONS FROM ISODEL 2021 FORUM EDUCATION TECHNOLOGY IN THE NEW NORMAL: NOW AND BEYOND

0
6936
  1. It is undeniable that technological disruption brings about rapid systemic changes in education that needs to be addressed strategically. It can be faced by enabling innovative solutions to support learning environment that is adaptive and transformative. ( Tidak dapat disangkal bahwa disrupsi teknologi membawa perubahan sistemik yang cepat dalam pendidikan yang perlu disikapi secara strategis. Hal ini dapat dihadapi dengan mengupayakan solusi yg inovatif untuk mendukung lingkungan belajar yang adaptif dan transformatif ).
  2. In the era of new normal, collaboration is a necessity. Collaboration is more than just mutually beneficial cooperation – it is an awareness to share and complement each other for optimal success. Collaborative work needs to be developed not only across geographic areas but also across professions. In the field of education, collaborative approaches are foundational to effective pedagogy. ( Di era new normal, kolaborasi sudah menjadi suatu kebutuhan. Kolaborasi adalah lebih dari sekedar kerjasama yang saling menguntungkan karena kolaborasi adalah tentang kesadaran untuk berbagi dan saling melengkapi demi mencapai kesuksesan yang optimal. Iklim bekerja secara kolaboratif perlu dikembangkan, tidak hanya lintas wilayah geografis tetapi juga lintas profesi. Di bidang pendidikan, pendekatan kolaboratif adalah dasar untuk pedagogi yang efektif.)
  3. Learning Technology activists and specialists continuously explore opportunities and approaches to design learning architecture that is enlightening and empowering. Adopting new technology with a need-based innovation to address local challenges and problems is not only about limited to technological aspects but also socio-cultural and humanistic aspects. ( Para penggiat dan pakar Teknologi Pembelajaran senantiasa menggali berbagai peluang dan pendekatan untuk merancang arsitektur pembelajaran yang mencerahkan dan memberdayakan. Mengadopsi teknologi baru dengan inovasi yang berbasis kebutuhan untuk mengatasi tantangan dan masalah lokal tidak hanya terbatas pada aspek teknologi saja tetapi juga harus menjangkau aspek sosial budaya dan humanistik.)
  4. In developing innovation, we should not forget about the importance of pedagogy. In the new normal, although ICT is a necessity, it is not the absolute goal. Learning Technology is about providing solutions to help students learn optimally to in various condition with appropriate technology. (Dalam mengembangkan inovasi, kita tidak boleh melupakan pentingnya pedagogi. Di era new normal, meskipun Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah menjadi suatu kebutuhan, namun hal tersebut tidak semata menjadi tujuan mutlak. Teknologi Pembelajaran adalah tentang memberikan solusi untuk membantu siswa belajar secara optimal dalam berbagai kondisi yg lebih menitikberatkan pada teknologi yang tepat guna.)
  5. One of the essential issues related to remote areas in Indonesia (Frontier, Outermost, Disadvantaged) is the difficulty of access. Therefore, ICT infrastructure and networks for remote areas should be a priority. With the availability of access for digital technology such as the Internet in the remote areas, it is hoped to accelerate the economy and support the improvement of quality of education parallels to non- remote areas. (Salah satu isu penting terkait daerah terpencil di Indonesia (daerah 3T: Terdepan, Terluar, Tertinggal) adalah sulitnya aksesibilitas. Oleh karena itu, infrastruktur dan jaringan TIK untuk daerah terpencil (dan 3T) harus menjadi prioritas. Dengan tersedianya dan lebih terjangkaunya akses teknologi digital seperti internet di daerah-daerah terpencil dan 3T diharapkan dapat mempercepat perekonomian dan mendukung peningkatan kualitas pendidikan yang nantinya mampu sejajar dengan daerah-daerah maju dan berkembang.)
  6. Hybrid learning will become the new normal in education. This will have an impact not only on the learning methodology but also on the streamlining of the curriculum. Learning resources that are readily available and easily accessible such as various learning subjects/topics and diverse learning media can be used directly. This contributes to more efficient process of learning subsidizing the need for face-to-face interaction. (Hybrd learning akan menjadi kenormalan baru (new normal) dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada metodologi pembelajaran tetapi juga pada strukturisasi dari kurikulum. Sumber belajar yang tersedia dan mudah diakses seperti beragam mata pelajaran/topik pembelajaran serta media pembelajarannya seyogyanya dapat langsung digunakan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memberikan pengaruh positif pada proses pembelajaran sehingga menjadi lebih efisien sehingga dapat mengurangi intensitas dari interaksi tatap muka.)
  7. The teacher’s work time will be longer than just teaching hours. Learning interactions can run all the time, both synchronous and asynchronous. For that, it is necessary to redefine the duties and hours of training teachers. In this context, teachers will function more as learning facilitators than as authoritative figures. (Waktu kerja guru akan lebih lama dari sekedar jam mengajar. Interaksi pembelajaran dapat berjalan sepanjang waktu, baik sinkronus maupun asinkronus. Untuk itu, perlu dilakukan pendefinisian kembali tugas dan jam pelatihan guru. Dalam konteks ini, guru akan lebih berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran daripada hanya sekedar figure yang memberikan perintah saja.)
  8. In vocational education, student learning experiences online through various innovative learning models and mixed creative learning media provide experience and student readiness to enter the digital world of work in the future. For this reason, in vocational education, it is recommended to utilize development models that foster creativity. (Pada pendidikan vokasi, pengalaman belajar siswa secara online melalui berbagai model pembelajaran yang inovatif yg dikombinasikan dengan media pembelajaran yg kreatif dapat membantu memberikan pengalaman dan kesiapan siswa untuk memasuki dunia kerja digital di masa depan. Untuk itu dalam pendidikan vokasi disarankan untuk memanfaatkan model-model pengembangan yang menumbuhkan kreativitas.)
  9. Strategies for advancing vocational education during the era of digitalization offer higher-level skills, flexible and modularize integrate technologies change our perspective (agile, responsive, personalized learning), reviewing and updating, revamping or even developing new curriculum to match with the new occupations and new demands of a complex working environment, including in green jobs. (Strategi untuk memajukan pendidikan kejuruan di era digitalisasi menawarkan tingkat keterampilan yang lebih tinggi serta fleksibilitas. Modularisasi dengan mengintegrasikan teknologi telah mengubah perspektif kita dalam pembelajaran (belajar gesit, responsif, personalisasi), yang berpengaruh terhadap cara kita meninjau dan memperbarui, memperbaiki atau bahkan mengembangkan kurikulum baru agar dapat lebih sesuai dengan perkembangan zaman terutama dalma menghadapi tuntutan profesi dan lingkungan kerja yang lebih kompleks, termasuk dalam profesi dan lingkungan dimana keseimbangan alam dapat terus senantiasa dijaga.)
  10. One of the issues causing learning loss is the unpreparedness of teachers (schools) to organize online learning. For this reason, the improvement of teacher competence, especially in the use of ICT for learning, must continue to be improved. (Salah satu penyebab terjadinya learning loss adalah ketidaksiapan guru (di sekolah) dalam menyelenggarakan pembelajaran online. Untuk itu, peningkatan kompetensi guru khususnya dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran harus terus ditingkatkan.)
  11. Character education is another essential issue in digital learning. On one hand, many parents worry about the lack of face-to-face interaction with teachers resulting in fewer opportunities for character building. On the other hand, ICT has excellent potential in offer new ways to contribute positively to character education. Therefore, technology can be used to develop learning models that emphasize habituation and the cultivation of good character. ( Pendidikan karakter adalah salah satu hal yang penting dalam pembelajaran digital. Di satu sisi, banyak orang tua khawatir tentang kurangnya interaksi tatap muka dengan guru yang mengakibatkan lebih sedikitnya kesempatan untuk pembelajaran membangun karakter. Di sisi lain, TIK memiliki potensi yang sangat baik dalam menawarkan cara-cara baru dalam mengembangkan pendidikan karakter yang juga dapat memberikan pengaruh positif. Dengan demikian, teknologi dapat digunakan untuk mengembangkan model pembelajaran yang menekankan pada pembiasaan sikap dan perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari yg nmenitikberatkan pada penanaman dan penguatan pendidikan karakter yg optimal.)